hay sob... hari ini saya kembali jadi novelis ala-ala
he..he....😁
merasa bahagia walau cuma berbagi di sini
gimana kabarnya nih? yang tinggal di Jakarta apakah baik-baik aja?
saya ikut sedih dengan banjir yang menimpa jakarta. semoga aja segera surut dan minggat ya banjirnya.
Amin...
Dan semoga kalian terhibur dengan cerita karya saya ini😊
langsung aja masuk ke episode 2 "one season"
selamat menikmati
he..he....😁
merasa bahagia walau cuma berbagi di sini
gimana kabarnya nih? yang tinggal di Jakarta apakah baik-baik aja?
saya ikut sedih dengan banjir yang menimpa jakarta. semoga aja segera surut dan minggat ya banjirnya.
Amin...
Dan semoga kalian terhibur dengan cerita karya saya ini😊
langsung aja masuk ke episode 2 "one season"
selamat menikmati
Episode 2
Waktu malam tiba kota
menjadi cukup ramai, salju berhenti dan orang-orang berkeliaran di sepanjang
jalan kota dan taman, beberapa memilih berjalan-jalan atau menggelar
perkumpulan kecil di sudut-sudut lampu taman. Dan aku? Aku duduk di kursi dekat
sebuah tong sampah.
Mengenaskan bukan....
Sudah sejak aku pulang
dari home & return tadi, tidak ada yang kulakukan, hanya duduk dan melamun
atau kadang bernyanyi kecil untuk sekedar menghalau sepi.
"Apa yang kau lakukan di sini...?"
Kepalaku mencari asal
suara itu. Gadis berkacamata hitam itu muncul mendadak dari belakang. Ia lalu
duduk di dekatku, menatapku tanpa bicara apapun.
Aku merasa risih dengan
tatapannya, walaupaun ia memakai kacamata, aku bisa merasakan sesuatu saat
kepalanya terus mengarah padaku, tapi kubiarkannya saja dia.
“Apa yang kaulakukan di sini?" dia bertanya lagi, mungkin karena aku tak menjawab pertanyaannya tadi.
Aku meliriknya sekilas, “duduk”
“kenapa?”
Ya ampun, lama-lama dia cukup mengganguku.
“aku perlu istirahat”
“kenapa tidak istirahat di
rumah saja, kalau duduk di luar seprti ini kau bisa demam”
Aku memilih tak menjawabnya lagi. Mataku menatap beberapa anak kecil
yang berlarian di seberang jalan, seorang wanita tua yang baru keluar dari toko
bunga, anjing kecil yang tidur di depan sebuah toko, sepasang kekaih yang
sedang makan malam bersama, dan..
Aku teringat bekal yang
diberikannya padaku tadi pagi. Rasanya tidak sopan jika aku tidak mengucapkan
trimakasih. Meskipun dia sangat mengganggu tapi karena dia aku selamat dai
kelaparan.
"Trim..."
gadis itu sudah tidak ada
di sampingku, aku menoleh ke kanan dan ke kiri. Ke mana gadis itu...? Dan aku
melihat rambut hitamnya begitu terlihat di antara banyak orang.
"Kasih." aku tercenung sesaat,
memandangi rambut itu hingga tidak terlihat lagi. Siapa dia..? Aku belum tahu
namanya, aku berjanji akan bertanya jika kami bertemu lagi.
Saat aku hendak beranjak
untuk pergi aku melihat secarik kertas di dekatku. Awalnya ku pikir itu sampah
atau milik orang lain, tapi saat aku sudah berjalan cukup jauh aku kembali lagi
untuk mengambil kertas itu.
"Hay...."
Aku membolak-balik kertas
itu. Tidak ada tulisan lain selain "hay...." padahal kertas itu penuh
dengan tulisan dan semuanya bertuliskan "hay...."
Aku tersenyum menyadari
gadis berkacamata itu yang menulisnya untukku. Di bagian paling pojok bawah
kertas itu terdapat sebuah gambar kepala berkacamata.
Aku memasukan kertas itu
ke dalam saku jaketku.
Baca juga : Kisah si pria gila
Baca juga : Jadi cerpenis cinta, bahasa gaul "Between"
•••••
Pukul 06.30 aku sudah
berada di dalam toko home & return. Awalnya kupikir aku akan berangkat
paling pagi, tapi ternyata Tom sudah berada di sana saat aku membuka pintu.
Seperti yang kuduga ia menyambutku dengat sangat hangat. Mungkin dia orang
paling ramah yang pernah kutemui, dan mungkin benar katanya bahwa aku beruntung
diterima kerja di sini.
Tom menyuruhku memakai
seragam yang sudah disiapkannya di dalam kamar. Rupanya ada kamar untuk pegawai
di toko ini. Aku memakai seragam berwarna merah tua dengan tulisan H & R
itu, seragam yang sama dengan yang dipakai Tom.
"Apa kau tidak bersekolah...?"
Tanya Tom setelah selesai menyapu. Kami duduk di belakang sebuah meja dengan
kaca tembus pandang. Macam-macam kue memenuhi lemari kecil itu, aromanya yang
sedap bahkan mengusik hidungku, membuat perutku yang belum terisi sejak kemarin
malam memberontak.
"Tidak. Aku keluar saat masih kelas 5."
sejujurnya aku tidak benar-benar ingat, aku hanya mengarang jawaban itu.
"Wow..., kita punya sedikit kemiripan,
tapi kau lebih beruntung dari ku, setidaknya kau bisa merasakan jadi anak
sekolah."
"Bagaimana denganmu..?" Kuduga Tom
tidak pernah bersekolah. Tidak semua anak di kota ini bisa mengecap masa
sekolah. Beberapa harus bekerja sejak meeka berumur 7 tahun.
"Aku tidak bersekolah, tapi aku bisa
membaca dan menulis. Berapa usiamu...?
"18"
"Aku 20 tahun. Kita hanya beda 2
tahun," dia mengacungkan 2 jarinya, "bisa jadi adik kakak yang baik,
benar?" Tanpa menunggu jawabanku Tom sudah bicara lagi,"apa kau sudah
punya pacar...?" Kali ini ia berbisik padaku. Aku menggeleng.
"Belum!"
"Kau pasti sibuk bekerja."
“kurasa kau benar” aku hanya
tertawa malu, sementara tom tertawa begitu keras. Awalnya kupikir dia mengejekku sebelum dia bilang,
“kita senasib”
Seorang pengunjung
prempuan masuk ke toko, 2 orang anak kecil berlari di belakangnya, sedikit
membuat keributan dengan bertriaak “ma, ma kakak mau mengambil permenku”
Tom berdiri dari
kursinya, menyambut prempuan itu seperti yang dilakukannya padaku pada hari
pertama kami bertemu. Aku ikut berdiri di samping Tom berusaha memasang wajah
seramah mungkin.
"Kue krim 3!"
"Silakan duduk."
Tom mengambil 3 kue krim
dengan cekatan, menaruhnya di nampan dan memberikannya padaku.
"Selamat bekerja...!" Ia berbisik
penuh semangat. Aku mengantar kue itu ke meja mereka. Tak lama berselang pengunjung-pengunjung
lain mulai berdatangan aku dan Tom bekerja tanpa berhenti, mengantar kue kue
itu dengan senyuman bahagia, setidaknya itu yang keperhatikan dari tom, entah
bagaimana denganku. Tapi kurasa ini menyenangkan, aku tak merasa lelah, aku
senang karena akhirnya benar-benar mendapatkan pekerjaan.
Pukul 3 sore toko itu
sudah tutup, karena rupanya diluar dugaanku toko itu sangat ramai dan laris.
Aku berpamitan pada Tom setelah membereskan beberapa sampaah di dapur. Dia
bilang dia tidur di dalam toko, dia juga menawariku untuk tidur di sana tapi
aku menolak, bukan karena aku tidak mau atau aku masih betah tinggal dengan
ayahku, tapi karena aku merasa sungkan dengannya. Mungkin lain kali jika aku
membutuhkannya.
*****
Aku sedang duduk di
taman, membaca koran bekas yang di tinggalkan seseorang di situ. Taman sedang
sepi karena udara dingin kembali merebak di kota, tapi aku tidak terlalu
memperdulikannya. Beberapa kali kedinginan sampai nyaris tidak bisa bernafas
membuatku lebih kebal hawa dingin. Lagipula salju sedang tidak turun.
Aku membuka
lembaran-lembaran koran itu, membaca berita yang menarik perhatianku. Saat
membuka lembaran fashion aku mengamatinya lebih lama. Aku tidak tertarik dengan
fashion, tapi gambar pada halaman itu menarik perhatianku. Ada gambar wanita
berkacamata di sana dan itu mengingatkanku pada gadis itu. Aku tersenyum sesaat
lalu membalik koran itu lagi.
"Dingin...."
Aku yakin aku mendengar
suaranya, tapi aku tidak langsung melihatnya. Gadis berkacamata itu selalu
muncul tak terduga. Jika aku menoleh ke kanan dia ada di kiri, jika aku menoleh
ke kiri dia ada di kanan, dan jika aku menoleh ke kiri dan kanan dia bisa ada
di belakang atau di mana saja.
"Kau membaca koran?" Gadis itu
melongokan kepalanya pada koran yang kubaca, menebarkan bau harum bunga kenanga.
Aku penasaran kenapa ia selalu memakai kacamata hitam. Apa itu tidak
mengganggunya.
Aku memberikan koran itu
padanya, mengambil bekal yang ia berikan padaku dulu, aku sudah mengisinya
dengan kue yang kubeli dari home & return. Sejak bekerja di sana aku selalu
mengisi tempat bekal itu dengan kue, untuk berjaga-jaga jika aku bertemu dengan
gadis berkacamata ini.
"Aku menggantinya dengan kue. Trimakasih
untuk nasi waktu itu."
gadis itu memandangi
bekal itu, tersenyum padaku dan memasukan bekalnya ke dalam tas. Dia memberikan
korannya padaku, tapi aku tak berniat membaca lagi.
Ia itu tidak bicara cukup
lama, seperti sebelumnya, ia hanya diam. Aku memberanikan diri untuk bertanya
namanya, tapi sebelum aku melakukannya dia sudah berdiri dan berjalan pergi.
Tentu saja aku bisa mengejarnya, tapi aku tak melakukannya.
Dia lagi-lagi
meninggalkan secarik kertas di bangku.
"senangnya...."
Ditulis sebanyak mungkin
dalam kertas kecil itu, aku tersenyum saat melihat gambar kepala
berkacamatanya. Berapa usianya...?
Aku menduga gadis itu
berusia 15 atau 16 tahun. Dia pasti masih bersekolah. Tapi kenapa ia selalu
mendatangiku...? Kadang aku ingin bicara dengannya, tapi ya... dia sepertinya
dia tidak punya banyak waktu untuk itu. Dia datang dan pergi semaunya.
Bersambung...
Bersambung...
Baca juga : One season episode 1
tutup muka dulu🙈
eh, itu muka monyet...😑
semoga kalian suka ya sob. Saya nggak sanggup berkata-kata lagi, sungguh, saya merasa sangat-sangat... Ngantuk😪
He..he...😁 maklum bikinya pas malem, belum malem banget sih, tapi ya gini kalau udah duduk di kasur. Bawaanya pengen buru-buru merem.
See you....
He..he...😁 maklum bikinya pas malem, belum malem banget sih, tapi ya gini kalau udah duduk di kasur. Bawaanya pengen buru-buru merem.
See you....
Wahhhh dimasukkan kedalam wattpadd atau dijadikan buku lumayan banget nih kak heheh ;D, ceritanya menarik dan seakan terbawa kedalam cerita hehe
BalasHapusHe..he.. Makasih mas, akan dicoba kapan-kapan😁
Hapuswahh ini serius bagus lho ,,, enak dibaca, alurnya mantep. lanjut dung ke wattpadd pasti lebih banyak pembaca,, hayoo hayooo, atau dituntasin, kirim ke penerbit ikut kontes novel
BalasHapusPengennya ke penerbit aja😁, tapi belum cukup berani. Mungkin kalau udah tuntas disini akan kirim ke penerbit
Hapus